Sayuti: Ada Agenda Khilafah di Balik Buku ‘Indonesia Gelap’

Jakarta– Narasi kelam dalam buku Indonesia Gelap kembali menjadi sorotan. Kali ini, peringatan datang dari aktivis Gerakan Umat Islam Kaffah (GUIK), Sayuti yang secara tegas menyebut bahwa buku tersebut merupakan kendaraan terselubung kelompok Khilafah/HTI untuk menyusup ke tengah gerakan mahasiswa, buruh, hingga aktivis sipil.

“Kelompok mereka ini memang spesialis penunggang gelap. Mereka pintar memanfaatkan keresahan publik, lalu menjualnya dalam bentuk narasi yang tampak kritis tapi berisi propaganda,” ujar Sayuti, yang juga dikenal sebagai kader Nahdlatul Ulama (NU), dalam keterangannya, hari ini.

Bacaan Lainnya

Menurut Sayuti, publik terutama kalangan muda dan intelektual kampus harus jeli membaca gerakan di balik narasi “Indonesia Gelap” yang kini beredar melalui jalur literasi dan media sosial.

“Buku ini hanya alat. Yang mereka jual sebenarnya adalah pesimisme dan ide sistem alternatif, yaitu khilafah. Ini berbahaya karena menggerus kepercayaan terhadap negara,” tegasnya.

Sayuti menilai pola ini bukan hal baru. Kelompok yang mengusung paham khilafah disebutnya seringkali menunggangi berbagai isu aktual demi mendongkrak eksistensi dan menjaring simpati. Ia mencontohkan bagaimana isu global seperti tarif Trump, pandemi, bahkan reformasi pendidikan pernah dimanfaatkan oleh kelompok ini untuk menyebarkan narasi anti-demokrasi.

“Mereka pandai memilih momen. Kali ini, isu Indonesia Gelap digunakan untuk menciptakan opini bahwa negara gagal, lalu dijajakan solusi ala mereka: sistem khilafah,” papar Sayuti.

Mahasiswa & Buruh Dijadikan Target Infiltrasi

Gerakan Umat Islam Kaffah melihat adanya pola terstruktur dan sistematis dalam penyebaran narasi gelap tersebut, dengan menyasar kelompok mahasiswa, organisasi buruh, dan aktivis sosial. Buku Indonesia Gelap dinilai sebagai “kemasan intelektual” untuk menutupi tujuan sebenarnya.

“Mahasiswa harus sadar, jangan sampai dijadikan alat. Apalagi kalau ujung-ujungnya dimobilisasi untuk mendukung ideologi yang sudah dilarang di Indonesia,” tegas Sayuti.

Peringatan Terbuka: Jangan Terkecoh Topeng Literasi

Sayuti mengingatkan bahwa HTI dan kelompok sejenis kini tak lagi menggunakan pendekatan keras, melainkan strategi halus berbasis literasi, diskusi publik, dan kampanye digital. Buku Indonesia Gelap hanyalah salah satu dari banyak cara mereka menembus ruang-ruang intelektual.

“Mereka tahu frontal akan ditolak. Jadi mereka masuk lewat buku, diskusi kampus, dan konten ‘intelektual’ yang dibalut keresahan sosial. Ini harus diwaspadai,” katanya.

Kritik Boleh, Tapi Jangan Jadi Kuda Troya!

Aktivis GUIK tersebut menegaskan bahwa kritik terhadap pemerintah adalah bagian dari demokrasi. Namun, jika kritik dijadikan tunggangan kelompok terlarang untuk menyusupkan ideologinya, maka itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap bangsa.

“Jangan salah pilih kendaraan. Kita boleh kecewa, tapi jangan sampai kejebak agenda khilafah,” pungkas Sayuti.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *